MANADO — Seorang Pelayan dan hamba Tuhan sepatutnya menjadi contoh serta panutan bagi anggota jemaat, baik dalam ucapan, tindakan dan perbuatan, apalagi sekelas Ketua Sinode.
Bukan cuman itu, sikap keteladan sebagai seorang Ketua Sinode mestinya diperaninya dalam kesehariannya dan mau hidup dalam kesederhanaan, rendah hati, lemah lembut serta menjauhkan diri dari sikap angkuh, sombong, arogan dan otoriter.
Selain itu, tidak menjadi hamba uang (mamon) dan hidup menuruti keinginan dunia (hedonis) namun di berbagai kesempatan, HA kerap berbicara tentang sesuatu yang berbau uang ketika berdiri diatas mimbar,” ucap tokmas tadi dan meminta redaksi menyembunyikan namanya.
Menurutnya, dalam berbagai kesempatan HA diduga menggunakan mimbar sabagai alat propaganda dalam menebar ancaman terhadap siapa saja oknum pendeta yang coba berseberangan dengannya.
Ungkapannya pun tak tanggung-tanggung, dia mengancam,” jangan coba-coba malawang pa yayasan, apalagi pa kita, ucapannya itu terlihat dan terdengar jelas lewat video yang di unggah di media sosial dan viral, saat berkhotbah.
Mimbar yang seharusnya digunakan sebagai media untuk menebar benih-benih kasih, kedamaian dalam kehidupan bersama yang rukun dan damai, tapi sebaliknya menebar ancaman yang menimbul keresahan di tengah-tengah jemaat.
Seperti diketahui, oknum Ketua Sinode GMIM, berinisial HA alias Arina, diduga kesandung masaalah hukum terkait dugaan korupsi dana hibah yang digelontorkan Pemprov. Sulut sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2023, yang merugikan keuangan Negara/Daerah, senilai Rp. 8,9 milyar.
Di lansir dalam laman berita, rri.co.id Humas Sinode GMIM, Pnt Kombes Pol (Purn) Drs John Rori SSt Mk, menyebutkan, bantuan yang sudah diberikan bukan hanya dari tahun 2021, 2022 dan 2023. Tapi sejak tahun 2018, tutur Rori.
Diketahui, Sinode GMIM menerima hibah bukan hanya berbentuk uang tunai dalam bentuk transfer tapi juga berbentuk barang, seperti gedung Alva Omega yang ada di UKIT, rumah susun di PPWG, dan juga gedung Mission Center yang dibangun di Jalan Ring Road Manado diserahkan dalam bentuk bangunan.
Saat kesandung masaalah hukum bukannya mengundurkan diri secara sukarela baik dalam kapasitas sebagai Ketua Sinode GMIM sekaligus menanggalkan statusnya sebagai pendeta maupun sebagai seorang pelayan Tuhan.
Tapi apa kacur, dia masih ngotot melayani, ini kan cerminan dari seorang pendeta yang lupa dan tahu diri dengan statusnya sebagai tersangka,” ujar sejumlah tokoh masyarakat yang tidak mau menyebutkan namanya.
Penetapan tersangka terhadap oknum HA bukannya tanpa alasan, semua itu didasarkan pada hasil penyelidikan seperti, pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket), dokumen hibah, keterangan saksi, saksi ahli dan gelar perkara.
Bukti lain yang berada di tangan penyidik yaitu, hasil perhitungan BPKP RI Wilayah Sulut, ditemukan kerugian Negara/Daerah senilai Rp. 8,9 milyar hingga menyeretnya menjadi tersangka.
Sementara terkait penetapan tersangka terhadap HA, beroleh tanggapan miring dari Pendeta Billy Yohanis yang menegaskan, Hein Arina tidak mungkin korupsi sebab, semasa study di UKIT dia menanam kelapa, pala dan cengkih diatas lahan miliknya seluas 300 ha dengan penghasilan perbulannya Rp. 300,- juta.
Pernyataan Billy Yohanes tentang kepemilikan lahan 300 ha dengan penghasilan 300 juta rupiah/bulannya, memantik sorotan publik dan keingintahuan mereka tentang dugaan kepemilikan lahan segitu luasnya, apa benar miliknya.
Sejumlah tokmas pun angkat bicara dengan melontarkan pertanyaan, lahan seluas itu di dapat dari mana, apa mungkin, dia hanya seorang pendeta tapi memiliki lahan ratusan hektar.
Kepemelikan lahan sebegitu luasnya perlu di pertanyakan dan di selidiki lebih lanjut oleh pihak berwenang,” desak mereka.
Terbetik dugaan, jangan-jangan ada sesuatu di balik kepemilikan lahan oleh HA sebaimana ungkapan Billy Yohanes, ini patut di curigai, oknum ketua sinode diduga hanya menjadi kepanjangan tangan dari oknum tertentu yang menyembunyikan harta kekayaannya dengan menggunakan tangan orang lain,” sebut mereka
Bukan lagi rahasia lagi kalau ada oknum pejabat atau mantan pejabat menyembunyikan harta kekayaannya baik berupa barang maupun lahan yang di milikinya dalam bentuk money laundring atau (pencucian uang) yang berasal dari hasil kejahatan.
Pernyataan Billy Yohabes diungkapkannya lewat wawancaranya dengan Podcast Mata Melihat beberapa waktu lalu yang beredar luas dan viral di jagad maya.
Mantan Ketua Jemaat GMIM Bunaken saat bersamaan merangkap sebagai Ketua Granat Sulut, mendapatkan cibiran dari publik terkait statusnya yang rangkap jabatan sebagai seorang aktivis.
Mana bisa jadi seorang ketua jemaat berkecimpung didunia yang bukan domainnya, malah sibuk dengan kegiatan-kegiatan lain yang tidak ada hubungannya dengan statusnya sebagai pelayan Tuhan,” ujar mereka.
Kita berandai-andai saja, seandainya waktu itu dia kesandung masalah hukum, apakah dia yang akan memeriksa dirinya sendiri atau sebutlah, apakah mungkin dia mengawasi dirinya sendiri, ironis kan, itu sesuatu yang tidak mungkin, sebab tidak ada garam yang di jemur di hujan.
Dalam wawancara tersebut Billy Yohanis mengaku menerimah uang 300 ribu rupiah saat menjadi panitia pemilihan ketua sinode di Grand Kawanua, pemilihan Ketua Pemuda dan Ketua Lansia GMIM di bitung, insentive yang di terima bervariasi tapi juga dia mengaku menerima uang 1 juta rupiah.
Sementara itu, informasi yang di himpun media ini terkait tata kelolah dana hibah menyebutkan, tata kelola dana hibah pemerintah dilakukan melalui mekanisme APBN dan APBD, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
Prosedur pemberian dana hibah
1.Pemerintah daerah mengajukan permohonan hibah kepada Kementerian Teknis Pengelola Hibah
- Kementerian Teknis melakukan seleksi dan mengajukan usulan kepada Menteri Keuangan
- Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Pemberian Hibah (SPPH)
- Penandatanganan Perjanjian Hibah Daerah (PHD) antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah
- Penyaluran dana hibah dilakukan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD
Ketentuan hibah
-Hibah dapat diberikan dalam bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga
-Hibah yang tidak sesuai peruntukannya merupakan tindak pidana korupsi
-Dana hibah yang telah diberikan dapat ditarik kembali
-Penyaluran hibah dapat dilakukan secara bertahap sesuai capaian kinerja
Pertanggungjawaban
Kepala daerah atau pejabat yang diberi kuasa harus membuat dan menyampaikan bukti penerimaan hibah
Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian hibah meliputi:
-Usulan dari calon penerima hibah
-Keputusan kepala daerah
-NPHD
-Pakta integritas dari penerima hibah
- Bukti transfer uang atau serah terima barang/jasa
Bertitik tolak dari prosedur dan mekanisme serta tata kelola dana hibah pemerintah kepada lembaga, Organisasi Keagamaan, LSM serta institusi lainya, jika tidak sesuai peruntukannya, merupakan tindak pidana korupsi. (John-Sulut)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: kanalsindo@gmail.com. Terima kasih.