JAKARTA – Pelapor dugaan suap dalam proses pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD kembali mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (22/4/2025). Ia mempertanyakan tindak lanjut laporannya yang telah masuk sejak lima bulan lalu, namun belum juga menunjukkan perkembangan berarti.
Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf anggota DPD RI periode 2024–2029 Rafiq Al-Amri sekaligus pelapor, mengatakan bahwa dirinya bersama tim kuasa hukum mendatangi KPK untuk menanyakan kelanjutan kasus tersebut.
“Kami menanyakan perkembangan kelanjutan terkait kasus suap DPD RI, senator DPD RI yang dilaporkan pada tanggal 5 Desember 2024 lalu. Itu sudah sampai laporannya sudah 5 bulan, sampai dengan hari ini sudah 5 bulan. Jadi belum ada tindak lanjut yang serius untuk naik ke tahap penyelidikan,” kata Irfan kepada wartawan.
Tidak hanya itu, Irfan juga mengungkapkan akan melaporkan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) karena dinilai lamban dalam menangani pengaduan masyarakat.
“Jadi bersamaan dengan hari ini, kami rencananya akan melaporkan hal ini ke Dewas KPK, terkait aduan ini yang belum ada tanggapan lanjutan soal laporan saya di KPK,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa sejauh ini respons dari Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK masih sebatas permintaan pengayaan informasi, sementara pihak terlapor belum sekalipun dipanggil atau diverifikasi.
“Sementara pihak terlapor pun belum ada yang diverifikasi satu pun. Jadi kemarin kan sempat ada jeda dari puasa lebaran, makanya kita ingin menanyakan keseriusan KPK dalam menanggapi aduan-aduan masyarakat yang ada. Apakah ini cuman menjadi jargon saja buat mereka atau memang mereka betul-betul menindak laporan berdasarkan bukti-bukti yang sudah kami lengkapi di Dumas KPK,” jelas Irfan.
Irfan juga menyayangkan kegagalannya bertemu pihak Dumas KPK pada hari itu, meskipun sebelumnya telah berkoordinasi dan membuat janji.
“Harapan saya dan semua terlapor yang ada di sini termasuk teman-teman saya dalam kasus lain memang ditindaklah laporan kita secara serius, karena dalam tahap verifikasi hingga penelaahan itu kan kita sudah memenuhi unsurnya, dan kita minta keseriusan Dumas KPK untuk menaikkan ini ke tahap penyidikan,” pungkasnya.
Sebelumnya, pada Jumat (7/3/2025), Irfan telah menyerahkan daftar 95 nama anggota DPD yang diduga menerima uang suap kepada KPK. Ia juga melampirkan bukti berupa percakapan grup yang diduga berasal dari mantan atasannya, Rafiq Al-Amri.
Pada 18 Februari 2025, Irfan juga menyerahkan bukti tambahan berupa rekaman suara yang berisi pembicaraan dengan salah seorang petinggi partai politik terkait kasus tersebut. Penyerahan dilakukan bersama kuasa hukumnya, Azis Yanuar.
“Pak Irfan diminta untuk menyampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan. Tadi sudah disampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan oleh pihak KPK untuk memproses pelaporan yang sudah dimasukkan oleh beliau pada Desember 2024 yang lalu,” ujar Azis saat itu.
Ia menambahkan bahwa laporan Irfan menyebut dugaan keterlibatan lebih dari sekadar anggota DPD.
“Buktinya tadi ada rekaman, rekaman pembicaraan antara Pak Irfan dengan seorang petinggi partai. Jadi di sini bukan hanya terkait DPD, ternyata ada juga petinggi partai yang diduga terlibat dalam hal tersebut. Bosnya satu dari 95 orang yang menerima,” terangnya.
Azis juga mengungkapkan bahwa kliennya sempat mengalami intimidasi dan ancaman setelah melaporkan kasus ini ke KPK.
“Kemudian juga pihak tersebut meminta Pak Irfan untuk tidak melanjutkan hal ini. Ada intimidasi dan dugaan ancaman,” katanya.
Irfan mengungkapkan bahwa laporan awal pada 6 Desember 2024 menyasar anggota DPD asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al-Amri, yang juga mantan atasannya. Ia menyebut Rafiq diduga menerima uang suap untuk memuluskan pemilihan Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.
“Indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang anggota Dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya,” jelas Irfan.
Ia menyebutkan, masing-masing anggota DPD diduga menerima 5.000 dolar AS untuk pemilihan Ketua DPD dan 8.000 dolar AS untuk pemilihan Wakil Ketua MPR unsur DPD.
“Jadi ada 13.000 (dolar AS) total yang diterima,” tutup Irfan.
(Pewarta : Fadly)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: kanalsindo@gmail.com. Terima kasih.